Eks Menteri ESDM yang kini jadi juru debat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Sudirman Said mengungkapkan kronologis dikuasainya saham Freeport Indonesia sebesar 51 persen. Capres petahana Joko Widodo (Jokowi) menjawab cerita yang disampaikan Sudirman.
"Nggak sekali dua kali ketemu. Gimana sih, kok diam-diam? Ya Ketemu bolak balik, nggak ketemu sekali dua kali," kata Jokowi setelah memberikan pembekalan saksi untuk TPS di Èl Hotel Royale, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Rabu (20/2/2019).
Pertemuan itu berlangsung pada tahun 2015. Saat itu, Jokowi mengatakan, pertemuan membahas perpanjangan izin operasi Freeport.
"Ya perpanjangan, dia kan minta perpanjangan. Pertemuan bolak-balik memang yang diminta perpanjangan, terus apa?" ujar Jokowi.
Sudirman menilai pertemuan antara Jokowi dengan eks Executive Chairman Freeport McMoRan James 'Jim' Moffet bukanlah pertemuan normal layaknya pertemuan biasa. Jokowi mengatakan bahwa pertemuan berlangsung intens.
"Diam-diam gimana? pertemuan bolak-balik. Kalau pertemuan pasti ngomong gak diam diaman. Ada ada saja. Ya biasa lah. Ketemu dengan pengusaha ya biasa saja, ketemu konglomerat biasa saja, ketemu yang sekarang biasa saja, ngapain saya...," sebutnya.
Hingga pada akhirnya, Indonesia memiliki 51 persen saham PT Freeport. Proses divestasi saham itu berlangsung bertahun-tahun.
"Ya kita ini kan diminta untuk perpanjangan, diminta untuk, tapi sejak awal saya sampaikan, bahwa kita memiliki keinginan itu, masa nggak boleh?" ucap Jokowi.
Cerita Versi Sudirman
Sebelumnya Sudirman menceritakan, pada 7 Oktober 2015, sesampainya dia di ruangan kerja Jokowi, dia melihat ada Moffet, sedang mengadakan pertemuan dengan Jokowi. Di sana Sudirman diperintahkan Jokowi untuk membuat draft mengenai kesepakatan pembelian saham.
Sesampainya di sebuah tempat, Moffet menyodorkan draf kesepakatan. Menurut Sudirman, draf itu tidak menguntungkan Indonesia.
Kemudian setelah pertemuan dengan Moffet, Sudirman langsung menyampaikan draft tersebut kepada Jokowi. Menurut Sudirman, saat itu Jokowi disebut langsung menyetujui, padahal menurut Sudirman draf tersebut hanya menguntungkan pihak Freeport bukan Indonesia.
"Bapak dan Ibu tahu komentarnya pak presiden apa? dia mengatakan 'lho kok begini saja sudah mau? Kalau mau lebih kuat lagi sebetulnya diberi saja'. Jadi mungkin saja ketika pagi itu, saya nggak ikut diskusi, saya datang tulis surat, dan saya nggak tahu sebelum pertemuan itu ada siapa. Jadi saya disuruh nulis surat dengan level ini aman, nggak merusak. Tapi pak Presiden bilang 'kok begini nggak mau', jadi mungkin tanggal 7 itu mungkin sudah ada komitmen yang lebih kuat, yang dikatakan surat itu perkuat posisi mereka, dan lemahkan posisi kita," ungkap Sudirman di acara bedah buku bertajuk 'Satu Dekade Nasionalisme Pertambangan' di Jalan Adityawarman, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (20/2).
0 Comments